Agama dan
Masyarakat
Agama
Dengan
singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.
Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai).
Sosiologi angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama
atau agama–agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya
sanggup memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang
mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam
yaitu:
1.
Kepercayaan pada
hal-hal yang spiritual
2.
Perangkat
kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri.
3.
Ideologi mengenai
hal-hal yang bersifat supranatural
Ruang Lingkup Agama
Secara
garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a. Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan
untuk mendekatkan diri manusia kepada tuhannya.
b. Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan
dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang
ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula
sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan
tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya
atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu
menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya
manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
Masyarakat
Pengertian
Masyarakat
- Peter l.
Berger, definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan
manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti
bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu
kesatuan .
- Karl Marx,
definisi masyarakat ialah keseluruhan hubungan – hubungan ekonomis, baik
produksi maupun konsumsi, yang berasal dari kekuatan-kekuatan produksi
ekonomis, yakni teknik dan karya.
- Gillin &
Gillin, definisi masyarakat adalah kelompok manusia yang mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh
kesamaan.
- Harold j.
Laski, definisi masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.
- Robert
Maciver, definisi masyarakat adalah suatu sistim hubungan-hubungan yang
ditertibkan (society means a system of ordered relations)
- Selo
Soemardjan, definisi masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan.
- Horton &
Hunt, definisi masyarakat adalah suatu organisasi manusai yang saling
berhubungan.
- Mansur Fakih,
definisi masyarakat adalah sesuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian
yang saling berkaitan dan masing-masing bagian secara terus menerus
mencari keseimbangan (equilibrium) dan harmoni.
- Emile
Durkheim, definisi masyarakat merupakan suau kenyataan objektif
pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
- Paul b.
Horton & c. Hunt, definisi masyarakat merupakan kumpulan manusia yang
relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama , tinggal
di suatu wilayah tertentu , mempunyai kebudayaan
sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan
manusia tersebut .
Hubungan
Agama dengan Masyarakat
Telah
kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang
juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di
Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam
melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara
kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.
Hal
ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai
patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil
yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan
semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain
itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya
hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan
membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang
erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan
taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan
dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan
menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun
sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian
seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama
tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang
datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama
tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia,
diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat
tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup
harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Kaitan
Agama Dalam Masyarakat
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara
utuh.
- Masyarakat
yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut
agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam
kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang
lain.
Sifat-sifatnya:
agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara
mutlak, nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan
dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan
masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
- Mayarakat-masyarakat
Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan
kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada saat yang sama, lingkungan yang
sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi
dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan
sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan
terhadap adat-istiadat.
Pendekatan
rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan
berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu
akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih
banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan
di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang
kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama
yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk
memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam
perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu
jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam
sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu
aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai
dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa
hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan
pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk
memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Cara
Beragama
- Tradisional ,
yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama
nya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada
umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru
atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama bahkan tidak ada minat. Dengan
demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaannya.
- Formal ,
yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungan atau
masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragama orang yang
berkedudukan tinggi atau punya pengaruh, pada umumnya tidak kuat dalam
beragama. Mudah mengubah cara beragamanya. Mudah bertukar agama jika
memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya.
- Rasional,
yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu
mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agama dengan
pengetahuan, ilmu ,dan pengamalannya.
- Metode
pendahulu, yaitu cara beragamaberdasarkan penggunaan akal dan hati
(perasaan) di bawah wahyu ,untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan
menghayati ajaran agamanya dengan ilmu ,pengamalan dan penyebaran
(dakwah). Merekaselalu mencari ilmu dulu kepada orang yang di anggap
ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang di bawa oleh
utusan misalnya Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan
dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua .
Fungsi
Agama dalam Masyarakat
Agama
juga merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia
untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara
individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi
kehidupannya sehari-hari. Adapun fungsi agama adalah sebagai berikut :
- Fungsi agama
dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat
sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam
setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa,
karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan
ukhrowi.
- Fungsi agama
di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu
ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun
dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
- Fungsi agama
sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi
dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk
(mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan
akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan
upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan
bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya.
Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan
kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari,
menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara
sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat
yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi
obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya
terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
- Fungsi
Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi
menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi
penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang
benar menurut ajaran agama masing-masing.
- Fungsi
Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya
selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan
akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana
melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan
satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah
umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana
mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif
(pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai
rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah
terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa
jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami
rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa
dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
- Fungsi
Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah
atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri,
sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah
cara hidup.
- Fungsi Kontrol
Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap
masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan,
kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak
bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan
yang ada.
- Fungsi
Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan
tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar
“Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
- Fungsi
Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama
terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Fungsi Kreatif.
Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat
beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri
tetapi juga bagi orang lain.
- Fungsi
Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha
manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat
duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama,
bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah
ibadah.
Masalah
fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut
Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek,
pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
- Dimensi
keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran agama.
- Praktek agama
mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual,
yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius
formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan
tidak bersifat publik serta relatif spontan.
- Dimensi
pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas
tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara
yang supernatural.
- Dimensi
pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap
religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan
upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
- Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Pelembagaan
Agama
Pelembagaan
agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi
suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi
agamanya
- Islam : MUI
atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk
membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah,
bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
- Kristen :
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) (dulu disebut Dewan Gereja-gereja
di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai
perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan
kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI
menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen
Yang Esa di Indonesia.”
- Katolik :
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi
Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan
menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat
Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada
di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di
daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah
para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah
pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup.
Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan
di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon
memiliki 2 uskup)
- Hindu :
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat
Hindu Indonesia.
- Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia.
Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499
BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya,
Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika
Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S.
Mangunkawatja.
- Konghucu :
MATAKIN Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia adalah sebuah organisasi
yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta
lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada
sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau
pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman
Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah
menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu;
lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum
Masehi telah dijadikan Agama Negara .
Konflik
Yang Ada Dalam Agama
Berbagai
konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
- Konflik
antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini didasarkan atas
kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat mendukung
pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani adalah
agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat).
Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling
berbahaya karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya
otoritas Yahudi sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah
jenis hukuman bagi penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut
pandangan Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru
menghianati Allah itu sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi
menyelamatkan umat tersebut dari murka Allah. Dalam beberapa kesempatan,
misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah karena dipakai sebagai
tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan orang Israel
terhadap ajaran Yesus.
- Konflik
Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa
Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus
sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan
nabi biasa yang pamornya kalah dari nabi utama mereka Muhammad S.A.W.
Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran kepercayaan saja, namun ketika
unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik yang bermuara pada
pecahnya Perang Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas
Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul ketika Agama
Kristen dan Islam mencapai puncak kejayaannya berusaha menunjukkan
dominasinya. Ketika itu Islam yang berusaha meluaskan pengaruhnya ke
Eropa, mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah
mapan. Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota
Suci Jerusalem yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan,
Islam kemudian berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang
Eropa-Asia pada saat itu.
- Konflik
antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini
berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah
kepada mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk
Yerusalem, sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan
eksodus ke Mesir namun kemudian malah diperbudak sampai akhirnya
diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang
lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim
di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi
mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu. Inilah sebenarnya yang
menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam rangka memperebutkan
Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure politis mulai masuk.
Faktor
Konflik Agama
Terjadinya
konflik tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
- Karena tidak
adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman
bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45
dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.
- Kurangnya
rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun
sesame pemeluk agama.
- Adanya
kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk
agama.
Upaya
Antisipasi Konflik Agama
Upaya
yang perlu ditempuh unuk menantisipasi konflik agama antara lain :
- Menurut Jusuf
Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa
dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama,
mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta
menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
- Tidak
memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah
atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau
perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok
berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
- Masyarakat
pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
- Segala macam
bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
- Kesenjangan
sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat –
dapatnya dihapuskan sama sekali.
- Perlu
dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya
kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya
persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Referensi: